Selasa, 07 Maret 2017

"BERTEDUH"

Pagi kota Surabaya,
Pagi ini perutku keroncongan lagi, sembari berjalan menyusuri keramaian surabaya dengan gedung-gedung yang menjulang tinggi aku hendak mencari warung makan yang sudah buka di jam 06.00 pagi. Tak kulihat warung yang sudah buka, yang ada bapak penjual bubur ayam.
Pikirku dalam hati "Aku sedang ingin makan nasi dan Mendoan, namun ini bukan kampungku, tak ada makanan seperti itu",
bapak itu belum terlalu tua mungkin terpaut 15 tahun lebih tua dariku.
"Pak bubur ayamnya satu", kataku, "Ya dek" sahutnya.
Aku menarik kursi plastik dibawah meja untuk membetulkan posisi agar dapat duduk dengan nyaman, sembari aku menunggu datanglah beberapa prempuan muda sebaya denganku yang baru selesai berolahraga, mereka bertiga, yang pertama berambut pendek, yang kedua berbadan gemuk, dan yang terakhir berambut panjang dengan tinggi semampai. Tiga orang perempuan tadi memesan makanan di bapak penjual bubur tadi, ternyata mereka makan di tempat juga, mereka duduk disampinku dalam satu meja denganku, ya! mereka duduk disampingku bercerita dengan bahasanya yang khas "logat suroboyoan", aku tak khayal hanya diam mendengar mereka dengan logatnya yang terkadang aku tak paham yang mereka bicarakan?, aku terkadang berfikir mungkin mereka sedang mencari perhatianku dengan cara komunikasi mereka namun aku tak paham?, ya itu hanya khayal ku.

"Ini mas buburnya" kata pak penjual bubur dengan membawa mangkok khas bergambar ayam jago, "Owh ya pak, terimakasih", akhirnya aku bisa makan dengan nyaman di bawah gedung-gedung perkotaan ini, "Terimakasih ya Tuhan buat berkatMu hari ini."

Setelah selesai aku memakannya, aku mengambil air putih dalam cerek yang disediakan disamping gelas plastik, untuk meminumnya. Kenyangnya perut ini, aku sampai sedikit bersendawa lirih karena malu bila terdengar para wanita tadi, aku berdiri dan menanyakan jumlah harga untuk di bayarkan kepada pak penjual bubur tadi. "Berapa pak?", "sepuluh ribu saja mas" kata si penjual.
"Ini pak" aku memberikan uang pas kepada bapak itu.
"Terimakasih ya dek", katanya, "Eh pak, mau tanya, kalau jalan embong malang itu dimana yah?", tanyaku, "Jalan ini lurus ajah, nanti ikuti jalan belok kiri, itu sudah jalan embong malang"
"Owh, tinggal bentar lagi ya pak?, yaudah makasih ya pak"

Aku menyusuri jalan ini di pagi hari, tertulis jalan Tunjungan Plaza, "Wow, Mungkin ini jalan yang sering dinyanyikan itu?", "Rek ayo rek mlaku-mlaku neng tunjungan..." sembari berjalan aku iringi dengan bernyanyi.

Tiba di jalan Embong Malang tempat yang aku tuju, yaitu tempat yang disarankan orang tuaku dari kampung.
Ud. Sejahtera, salah satu toko buku terkenal di Surabaya di eranya, jalan yang aku tuju benar dan tertulis dengan nomor 13, aku berfikir dalam, amplop besar berwarna cokelat yang kubawa dengan langkah yang yakin ini, pasti akan berhasil, aku akan diterima sebagai setidaknya seorang penjaga buku.

Jalan Embong Malang nomor 13, Surabaya. yang aku temui tiggallah gedung menjulang tinggi dengan penjagaan security dan anjing penjaganya, tertulis "Hotel J.W. Marriot" , aku terdiam sejenak mungkin aku telah tersesat. Aku memberanikan untuk bertanya pada security hotel, "Pak, jalan Embong Malang nomor 13, bener disini?", "Bener mas!" jawabnya singkat. "Loh bukannya disini toko buku?" tanyaku kembali. "Oh, gak sepiro tahu saya mas, yang saya tahu dulu memang disini perkampungan dan lahannya sudah dibeli", timpalnya. "Oh ya sudah kalo begitu, makasih ya pak".
Kini aku bagaikan tak punya arah di kota ini, tempat yang aku tuju sudah tak ada, aku bingung apakah aku harus kembali ke kampungku untuk bertani singkong, yang hasilnya hanya untuk makan setiap hari?, aku tak tahu lagi.

Lama aku menyusuri jalan ini hingga habis, aku hanya berjalan lurus, meninggalkan tempat ini ke utara, terus ke utara, melewati sebuah perempatan, sampai aku melihat suatu bangunan yang menjulang tinggi, itu hanya bangunan yang berbentuk seperti pensil menengadah ke atas, aku mencoba kesana dengan rasa penasaranku, sampai akhirnya melihatnya lebih dekat, aku melewati beberapa lampu merah untuk berjalan menyebrang sampai ke pintu gerbang itu, semakin aku mendekat aku melihat tulisan "Tugu Pahlawan-Monumen 10 November" , ini merupakan tempat bersejarah di  Surabaya, ya tugu pahlawan.

Hari semakin siang dan semakin panas aku sedikit kecewa, aku duduk beralaskan trotoar disamping "Tugu Pahlawan", aku tak tahu arah mana yang akan aku tuju, aku hanya ingin mecari tempat untuk berteduh.